Di Minggu kedua dalam pelatihan Mendewasakan Emosi bersama mba Ellen Kristi ini, kami 12 orang peserta diminta untuk satu persatu maju dalam 1 sesi zoom membahas masalah emosi yang perlu diurai.
Di sesi kedua ini kami semua menyimak dengan diam saat mba D melakukan sesi The Work dibantu oleh mba Ellen.
Waktu dari 15.30 sampai 15.30 yaitu durasi waktu yang disediakan oleh mba Ellen.
Ternyata banyak sekali pelajaran yang bisa kami petik dari sesi ini.
Saya jadi belajar banyak sekali dan berikut insight yang saya dapatkan dari menyimak pemaparan mba D dan mba ellen:
🍇 Saat ada orang yang terlihat kesal/jengkel/marah tanpa berbicara langsung pada kita. Pastikan untuk terlebih dahulu memvalidasinya.
Benarkan orang tersebut menganggap dia sedang marah pada kita?
Agar tak hanya sekedar menjadi prasangka dan salah paham.
Jika memang kesal, apa yang dikesalkannya, apa perbuatan kita yang tidak berkenan di hatinya.
🍇 Pastikan semua terkonfirmasi 100% benar jika sudah divalidasi dan dikonfirmasi langsung pada orang yang berkaitan dg emosi kita.
"Benarkah segala tindakannya yang terkesan sedang kesal atau marah itu ditujukan untuk kita?"
🍇 Jika kita terus memegangi atau tidak melepaskan pikiran yang memberikan emosi negatif, itu akan menjadi beban mental kita.
Lebih baik lepaskan, pikirkan bahwa orang tersebut tidak berniat untuk melepaskan emosi pada kita.
Jadi, saat ada yang melakukan sesuatu yang kita anggap sedang melampiaskan emosi pada kita, tak usah selalu dipegang dan dipikirkan. Lepaskan saja, bisa jadi itu hanyalah permasalahan pribadinya atau ia sama sekali tak ada maksud seperti itu.
🍇 Ketakutan itu bersumber dari ketidakmampuan kita membedakan realitas dan imajinasi.
Misal, kita merasa takut akan menjadi tumbal oleh penunggu suatu tempat.
Kenyataannya : kita hidup dan sehat.
Ketakutan : kita mati menjadi tumbal.
Fokuslah pada realitas saja. Pada kenyataannya kita baik-baik saja tanpa diganggu apapun.
🍇 Jangan sampai ketakutan kita direpresi (diredam), bahkan dengan ajaran agama sekalipun.
Ajaran agama tidak salah, tapi yang salah adalah meredam ketakutan tanpa terlebih dahulu memproses emosi takut yang ada.
Berikut Cara Mengahdapi Emosi Takut:
Awali dengan mengajukan pertanyaan validasi :
Bagaimana rasanya?
Apa yang terjadi pada diri saya ketika saya takut?
Sensasi fisik saya bagaimana? Nafas saya bagaimana? Apakah ada merinding atau apa?
Oo ternyata seperti ini rasanya takut.
(Diamati, disadari apa saja yang terjadi pada diri kita saat ada emosi takut)
Lalu tanyakan, apakah itu benar?
Misal, Benarkah di pohon sana ada penunggunya? Tidak benar.
Benarkah saya diganggu penunggunya? Tidak benar.
Saat kita sudah menghadapi dengan seperti itu baru kita akan merasa tenang.
Baru Kita akan benar² menyadari bahwa aku baik² saja kok, kalaupun aku diganggu atau meninggal, aku akan selalu berada dalam lindungan Allah.
Karena Allah sudah berjanji akan melindungiku. "Jagalah Allah, maka Allah akan menjagamu".
Setelah terjadi pemrosesan emosi, barulah ajaran agama bisa bekerja secara sehat.
Karena sejatinya Tuhan dan segala atribut keagamaan bukanlah jimat penangkal setan. Tetapi kita menyembah Tuhan karena kita sudah merasakan bahwa Tuhan selalu menjaga dan menyayangi kita.
Penggunaan ajaran agama dalam mengatasi rasa takut bukanlah berbasis ketakutan. Tetapi berbasis ketenangan dan keyakinan bahwa apapun yang terjadi di semesta ini semua adalah kehendak dan kuasa Tuhan, saya hidup atau mati ataundiganggu makhluk ghaib, semua ada dalam kuasa dan lindungan Tuhan.
Hal ini membuat kita beriman bukan karena butuh pelindung dari setan/sesuatu yang menakutkan. Tetapi karena kita menemukan ketenangan dalam kasih sayang-Nya.
Biarlah apapun kehendakNya yang mengatur apapun yang terjadi pada saya.
Jangan menjadikan Tuhan sebagai alat dalam memenuhi kebutuhan kita. Seperti menjadikan Tuhan sebagai tameng agar tidak takut.
Tapi kitalah yang menjadi alat Tuhan. Kitalah yang mengabdi pada Tuhan, bukan sebaliknya.
🍇 Terima semua realitas dan tidak menuntut pada hal yang ada diluar wilayah kendali kita akan membuat kita lebih tenang.
0 Komentar