Semoga setiap momen bisa menjadi kenangan bahagia yang melekat di hati kita dan anak-anak ya.
Oiya, perkenalkan lagi, saya Elsa Mur, saya ibu Homeschooler dari 4 anak usia 11, 8, 6 dan 20 bulan.
Yup, dalam keseharian saya menjalani proses HSUS dan HSUD sekaligus dalam satu waktu.
Beberapa teman-teman yang sudah kenal saya sebagai ibu rumah tangga tanpa ART dan suami supersibuk, pernah bertanya, bagaimana cara saya menjalani keseharian HSUD kami?
Seperti apa strukturnya?
Apakah saya tidak keteteran?
Hehe, jawabannya ya, tentu saya agak keteteran.
Tapi saya sangat terbantu dengan jenis kurikulum HSUD yang saya pilih.
Dulu saat anak pertama dan kedua masih usia dini, saya sempat memilih kurikulum belajar usia dini yang begitu terencana dan punya jadwal saklek walau tidak terlalu padat.
Saat itu saya merasa sangat kewalahan, dan kurang menikmati kegiatan dengan mengalir.
Karena ada target rencana dan jadwal berdasarkan kurikulum yang harus dikejar setiap harinya.
Belakangan saya baru tahu, bahwa ternyata untuk melatih daya atensi dan konsenstrasi yang baik pada bayi dan balita, kita justru tidak disarankan untuk mengatur jadwal kegiatan anak, apalagi hingga menjadi sangat ketat.
Kenapa?
Karena secara kodrat bayi hingga anak berusia di bawah 6 tahun rentang perhatiannya sangat pendek.
Dan secara alamiah juga, baik anak usia dini maupun kita orang dewasa akan lebih mudah berkonsentrasi pada hal-hal yang kita minati.
Bagaimana caranya agar kelak mereka tumbuh menjadi orang dewasa yang konsentrasinya panjang dan perhatiannya bisa kuat?
Padahal kita sama-sama ketahui bahwa untuk bisa mencapai kesuksesan dalam karier apapun kelak, anak membutuhkan kemampuan atensi yang kuat dan daya konsentrasi yang panjang.
Jawabannya adalah pada masa usia dini, kita perlu membiarkan anak sibuk dengan hal-hal yang diminatinya terlebih dulu.
Hukum inilah yang kita manfaatkan untuk melatih agar rentang konsentrasi anak bisa terus semakin panjang dan kuat.
Jika anak usia 6 tahun ke bawah dibiarkan menentukan sendiri kegiatan yang akan dilakukannya.
Ia akan lebih mudah untuk mempertahankan fokus, atensi dan konsentrasinya dalam jangka waktu optimal.
Tentu ini diluar rutinitas wajibnya, seperti bangun pagi, mandi, makan dan sebagainya.
Kita perlu membiarkan anak memilih kegiatan yang dia sukai, entah main air, menyusun batu, mengumpulkan bunga dan ranting atau aneka permainan ke alam lainnya.
Kegiatan di alam seperti ini juga akan memperpanjang rentang konsentrasi anak.
Bayangkan, semisal saat anak sedang menikmati main hujan diluar, lalu datang jadwal kegiatan belajar pra menulis.
Yang terjadi adalah anak yg sedang fokus melakukan sesuatu yang disukainya, lalu diganggu dan diminta pindah ke kegiatan yg mungkin sebenarnya tidak dia sukai.
Tindakan seperti ini malah merugikan konsentrasi anak, walau dilakukan demi mengikuti jadwal kegiatan yang sudah ditetapkan dalam kurikulum.
Ketika kita menginterupsi kegiatan fokusnya kita akan jadi memperpendek rentang konsentrasi anak.
Jadi, kurikulum terjadwal untuk HSUD selain membuat saya lebih keteteran dan kewalahan, juga akan mengurangi daya konsentrasi anak saya.
Maka dari itu, sejak anak ketiga hingga anak keempat ini, saya menggunakan pendekatan HSUD tanpa kurikulum.
Hal ini juga mempermudah saya jadi bisa lebih fokus mengejar target belajar akademis pada kakak-kakaknya yang usia sekolah.
Pada anak yang usia dini, saya mengalir mengikuti minatnya sambil terus dilakukan pengamatan untuk melihat hal apa yang perlu distimulasi khusus.
Sedangkan pada anak usia sekolah saya mulai menerapkan sesi akademis terstruktur.
Jadi Seperti apa metode HSUD tanpa kurikulum itu?
Bisa disimak jelas di link podcast berikut ini.
https://member.rumahinspirasi.com/courses/memulai-homeschooling-usia-dini/lessons/kurikulum-homeschooling-usia-dini/topic/podcast-pendekatan-tanpa-kurikulum/
Bagaimana pendapat teman-teman apakah teman-teman ada yang merasa cocok juga dengan pendekatan tanpa kurikulum ini?
0 Komentar